Potret Modernisasi di Wilayah Mojosongo
Nur Rahmi Akbarini
arinnur44@yahoo.com
Abstrak
Karya
tulis ilmiah dapat berasal dari hasil penelitian atau dari hasil pemikiran
konseptual. Hasil-hasil penelitian banyak ditulis dalam bentuk karya tulis
ilmiah berupa sebagai yang telah di sebut sebelumnya, dan ada pula karya tulis
ilmiah yang berasal dari hasil pemikiran konseptual.Dalam karya tulis ini kita dapat mengetahui permasalahan modernisasi di daerah
kita.Misalmya saja dari segi industri,pertanian,maupun kebudayaan. Dari situ
lah terdapat dampak positif maupun negatif yang akan timbul.
Abstract
Scientific paper can be derived from the findings or the results of conceptual thinking. Many research results were written in the form of a scientific paper that has been mentioned before, and there are scientific papers coming from the ideas of this paper konseptual.Dalam we can find out the problems of modernization in the region only in terms of industry kita.Misalmya , agriculture, and culture. From there there was a positive and negative impacts that will arise.
Scientific paper can be derived from the findings or the results of conceptual thinking. Many research results were written in the form of a scientific paper that has been mentioned before, and there are scientific papers coming from the ideas of this paper konseptual.Dalam we can find out the problems of modernization in the region only in terms of industry kita.Misalmya , agriculture, and culture. From there there was a positive and negative impacts that will arise.
A. Latar Belakang Masalah
Pada
dasarnya setiap masyarakat menginginkan perubahan dari keadaan tertentu kearah
yang lebih baik dengan harapan akan tercapai kehidupan yang leih maju dan
makmur. Keinginan akan adanya perubahan
itu adalah awal dari suatu proses modernisasi.Modernisasi berarti proses menuju masa
kini atau proses menuju masyarakat yang modern. Jadi, modernisasi merupakan
suatu proses perubahan di mana masyarakat yang sedang memperbaharui dirinya
berusaha mendapatkan ciri-ciri atau karakteristik yang dimiliki masyarakat
modern.
Kelurahan Mojosongo, Kecamatan
Jebres, Kota Surakarta yang merupakan wilayah baru pada masa kemerdekaan,
memiliki sebuah tatanan agrarian seperti halnya daerah-daerah setingkat
kelurahan atau desa pada daerah linnya. Sistem politik pedesaan dengan
menempatkan lurah sebagai salah satu pejabat terpenting dibawah raja dan bupati
masih terasa kental pada masa awal setelah kemerdekan Indonesia pada
tahun 1945.
Diberlakukannya UUPA, dan juga pergantian system pemerintahan Kotamadya, maka sejak tahun 1961 Lurah daerah Mojosongo telah murni dianggkat sebagai pegawai dibawah departemen dalam negeri dan system apanage secara simultan juga telah dihapuskan. Dihapuskannya system tersebut, maka semakin membuat dinamika sosial yang besar terjadi di daerah Kelurahan Mojosongo pada masa itu, gelombang orang yang mulai sadar akan pentingnya sertifikat tanah, mulai mengkapling-kalping lahan-lahan kosong dan segera mengatasnamakan seseorang akan hak kepemilikian tanah. Tentang penetapan luas tanah pertanian, atau dikenal dengan “UU landreform”. Bersama dengan UU tentang bagi hasil, yang merupakan produk hukum untuk melengkapi UUPA. Didalamnya ditetapkan batas minimal dan maksimal luas tanah yang boleh dikuasai perorangan, khusus untuk usaha pertanian. Hal tersebut juga sering menimbulkan masalah antara seseorang tuan tanah dengan petani penggarapnya yang dulu mempunyai daerah sawah yang luas, kini harus dengan rela menyerahkan sebagian dari tanahnya. Permasalahan-permasalahan dan persenketaan tersebut terus terjadi hingga memasuki tahun 1965 dan mulai mereda setelah adanya peristiwa G-30 S pada akhir tahun. Dengan adanya hal itu, maka perubahan besarpun terjadi, dimana penambahan jumlah penduduk tersebut juga diimbangi dengan pemenuhan kebutuhannya, baik berupa sarana transportasi, konsumsi, sarana peribadatan, kesehatan dan juga sarana hiburan. Dari pola-pola pemenuhan kebutuhan tersebut, secara tersirat dapat dilihat proses transformasi masyarakat kearah modernisasi.
Dari pemaparan tersebut, maka menjadi sangat menarik untuk diteliti berbagai hal yang berkatan dengan pembanguan Perumnas Mojsosngo. Baik dari segi dampak ekonomis, maupun nilai perubahan sosial yang ada didalamnya.
Diberlakukannya UUPA, dan juga pergantian system pemerintahan Kotamadya, maka sejak tahun 1961 Lurah daerah Mojosongo telah murni dianggkat sebagai pegawai dibawah departemen dalam negeri dan system apanage secara simultan juga telah dihapuskan. Dihapuskannya system tersebut, maka semakin membuat dinamika sosial yang besar terjadi di daerah Kelurahan Mojosongo pada masa itu, gelombang orang yang mulai sadar akan pentingnya sertifikat tanah, mulai mengkapling-kalping lahan-lahan kosong dan segera mengatasnamakan seseorang akan hak kepemilikian tanah. Tentang penetapan luas tanah pertanian, atau dikenal dengan “UU landreform”. Bersama dengan UU tentang bagi hasil, yang merupakan produk hukum untuk melengkapi UUPA. Didalamnya ditetapkan batas minimal dan maksimal luas tanah yang boleh dikuasai perorangan, khusus untuk usaha pertanian. Hal tersebut juga sering menimbulkan masalah antara seseorang tuan tanah dengan petani penggarapnya yang dulu mempunyai daerah sawah yang luas, kini harus dengan rela menyerahkan sebagian dari tanahnya. Permasalahan-permasalahan dan persenketaan tersebut terus terjadi hingga memasuki tahun 1965 dan mulai mereda setelah adanya peristiwa G-30 S pada akhir tahun. Dengan adanya hal itu, maka perubahan besarpun terjadi, dimana penambahan jumlah penduduk tersebut juga diimbangi dengan pemenuhan kebutuhannya, baik berupa sarana transportasi, konsumsi, sarana peribadatan, kesehatan dan juga sarana hiburan. Dari pola-pola pemenuhan kebutuhan tersebut, secara tersirat dapat dilihat proses transformasi masyarakat kearah modernisasi.
Dari pemaparan tersebut, maka menjadi sangat menarik untuk diteliti berbagai hal yang berkatan dengan pembanguan Perumnas Mojsosngo. Baik dari segi dampak ekonomis, maupun nilai perubahan sosial yang ada didalamnya.
. B. Rumusan Masalah
1.
Sejarah
pendirian perumnas Mojosongo.
2.
Pembangunan
sarana penunjang.
3.
Masyarakat
modern
C.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari Penulisan ini adalah :
Adapun tujuan dari Penulisan ini adalah :
Untuk masyarakat :
1.
Mengetahui Sejarah
pendirian perumnas Mojosongo.
2.
Mengetahui
pembangunan sarana penunjang.
3.
Mengetahui dampak positif modernisasi
Untuk mahasiswa :
Dapat mengkaji segala modernisasi di wilayah Mojosongo
D. Manfaat
Untuk
mengetahui tentang pengaruh modernisasi khususnya di wilayah Mojosongo
E. Kajian Pustaka
Karya
tulis ilmiah dapat berasal dari hasil penelitian atau dari hasil pemikiran
konseptual. Hasil-hasil penelitian banyak ditulis dalam bentuk karya tulis
ilmiah berupa sebagai yang telah di sebut sebelumnya, dan ada pula karya tulis
ilmiah yang berasal dari hasil pemikiran konseptual. Dalam publikasi
(Jurnal/Majalah/ Lembaran/Berita Berkala/Informasi/ Prosiding) yang paling
banyak ditulis yaitu dalam bentuk artikel pada suatu jurnal ilmiah.
A.Kawasan
yang di kaji
Kelurahan Mojosongo, Kecamatan
Jebres, Kota Surakarta yang merupakan wilayah baru pada masa kemerdekaan,
memiliki sebuah tatanan agrarian seperti halnya daerah-daerah setingkat
kelurahan atau desa pada daerah linnya. Sistem politik pedesaan dengan
menempatkan lurah sebagai salah satu pejabat terpenting dibawah raja dan bupati
masih terasa kental pada masa awal setelah kemerdekan Indonesia pada
tahun 1945 . (http://macheda.blog.uns.ac.id/2011/07/19/perumnas-mojosongo-potret-modernisasi-wilayah-solo-utara/)
B. Hal yang
dikembangkan
Proyek-proyek pengembangan
daerah dilakukan secara besar-besaran guna menunjang kebutuhan hidup
masyarakat. Berkaitan dengan program pemenuhan perumahan bagi masyarakat
menengah, salah satu proyek terbesar di Jawa Tengah pada masa tahun 1979 adalah
pembangunan PERUMNAS di wilayah Kelurahan Mojosongo. Perumnas terseut dibangun
diatas tanah seluas leih kurang 60 ha, terdiri dari 7 blok besar yaitu Dempo,
Malabar, Tambora, Rinjani, Lampo Batang, Sibela dan Pelangi.
Proses pembangunan Perumnas Mojosongo yang menghabiskan waktu tak lebih dari 5 tahun, tentunya mebawa dampak yang besar bagi kehidupan masyarakat sekitar. Sebuah wilayah yang sebelumnya hanya dilewati sesekali alat transportasi modern bahkan bisa dikatakan tidak ada, kini berubah 180° setelah adanya peumahan tesebut. Tidak kurang dari 3000 rumah yang telah selesai dibangun membuat penambahan jumlah penduduk yang cukup besar diwilayah Solo utara. Dengan adanya hal itu, maka perubahan besarpun terjadi, dimana penambahan jumlah penduduk tersebut juga diimbangi dengan pemenuhan kebutuhannya, baik berupa sarana transportasi, konsumsi, sarana peribadatan, kesehatan dan juga sarana hiburan. Dari pola-pola pemenuhan kebutuhan tersebut, secara tersirat dapat dilihat proses transformasi masyarakat kearah modernisasi.
Dari pemaparan tersebut, maka menjadi sangat menarik untuk diteliti berbagai hal yang berkatan dengan pembanguan Perumnas Mojsosngo. Baik dari segi dampak ekonomis, maupun nilai perubahan sosial yang ada dilamnya.
Proses pembangunan Perumnas Mojosongo yang menghabiskan waktu tak lebih dari 5 tahun, tentunya mebawa dampak yang besar bagi kehidupan masyarakat sekitar. Sebuah wilayah yang sebelumnya hanya dilewati sesekali alat transportasi modern bahkan bisa dikatakan tidak ada, kini berubah 180° setelah adanya peumahan tesebut. Tidak kurang dari 3000 rumah yang telah selesai dibangun membuat penambahan jumlah penduduk yang cukup besar diwilayah Solo utara. Dengan adanya hal itu, maka perubahan besarpun terjadi, dimana penambahan jumlah penduduk tersebut juga diimbangi dengan pemenuhan kebutuhannya, baik berupa sarana transportasi, konsumsi, sarana peribadatan, kesehatan dan juga sarana hiburan. Dari pola-pola pemenuhan kebutuhan tersebut, secara tersirat dapat dilihat proses transformasi masyarakat kearah modernisasi.
Dari pemaparan tersebut, maka menjadi sangat menarik untuk diteliti berbagai hal yang berkatan dengan pembanguan Perumnas Mojsosngo. Baik dari segi dampak ekonomis, maupun nilai perubahan sosial yang ada dilamnya.
F. Pembahasan
a.
Sejarah Pendirian Perumnas Mojosongo
Berdasarkan
sebuah kajian tentang kependudukan pada awal tahun 1980, tercatat tak kurang
dari 400.000 jiwa dengan luas wilayah 44 ribu km2 bertempat tinggal di wilayah
Kodya Surakarta. Jumlah penduduk yang sedemikian besar, ternyata tidak
diimbangi dengan pola penyebaran pemukiman yang seimbang.Keterbatasan dana
serta bertepatan dengan adanya program pembangunan perumahan nasional oleh
Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan, maka dengan bekerjasama dengan Perum
Perumnas, Proyek pembangunan Perumahan Mojosongo ditetapkan pada tahun 1982.
Program Diretorat Penyelidikan Masalah Bangunan antara lain:
1. Mengadakan program pembangunan tempat permukiman baru bagi semua golonga masyarakat melalui Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional (Perum Perumnas) yang didirikan pada tahun 1974.
2. Menggalakkan pembangunan lingkungan oleh pihak swasta, ditujukan bagi golongan masyarakat berpendapatan sedang dan tinggi, dengan bantuan kredit konstruksi dan Kredit Pemilikan Rumah dari Bank Tabungan Negara (KPR BTN).
3. Mengadakan dan mengembangkan program perbaikan lingkungan perumahan kota bagi penduduk berpenghasilan rendah dan sedang. Program ini dikenal dengan nama Program Perbaikan Kampung (PPK) yang kemudian dikembangkan dengan Peremajaan Lingkungan Perumahan Kota (PLPK) dan Proyek Perintis Perbaikan Lingkungan Perumahan Kota (P3LPK).
Pembangunan Perumnas Mojosongo tidaklah dilakukan secara serta merta, pembangunan tersebut dilakukan dalam bebrapa tahapan. Tahap pertama adalah proses search selection, yaitu tahap penentuan lokasi pembangunan perumahan. Pada tahap ini penentuan lokasi pembangunan harus memiliki beberapa kriteria dimana hal yang paling pokok adalah:
1. Masalah lokasi. Dimana lokasi yang akan di bangun untuk wilayah perumahan haruslah terletak di kawasan pengembangan wilayah kota.
2. Ketersediaan pasokan air yang memenuhi syarat konsumsi.
3. Jumlah penduduk yang tidak padat.
Dengan mempertimbangkan beberapa persyaratan diatas, maka dalam realisasinya pembangunan permukiman baru di Surakarta dilaksanakan di Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres yang merupakan daerah pinggiran kota. Wilayah iniyang sering disebutsebagai kawasan “Solo Utara” merupakan daerah kurang produktif dan memiliki tingkat kepadatan penduduk yang masih rendah, yakni sebesar 2.685 jiwa per km².
Tahap pembangunan berikutnya adalah tahap pengadaan ataupun pembebasan tanah. Pengadaan tanah merupakan suatu kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti kerugian yang sesuai kepada pemilik atau yang berhak atas tanah. Adapun teknik pemasaran Perumnas Mojosongo, pihak Perum Perumnas Cabang Solo melakukan penyebaran formulir bagi masyarakat yang memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh pihak Perumnas antara lain:
1. Masyarakat yang tercatat sebagai Warga Negara Indonesia (WNI).
2. Masyarakat yang belum mempunyai rumah sendiri.
3. Masyarakat yang telah mempunyai penghasilan tetap dan berjumlah 3 kali lipat dari besaran biaya cicilan bulanan.
Setelah formulir yang telah disebar tersebut diisi dan dikembalikan, kemudian tahap berikutnya diseleksi siapa saja yang berhak dan layak untuk diprioritaskan memperoleh kepemilikan rumah di Komplek Perumnas Mojosongo. Adapun yang menjadi dasar layak atau tidaknya calon pembeli dalam proses penyeleksian ini adalah:
1. Wiraswasta.
2. Pegawai Negeri.
3. Pegawai Swasta.
4. Masyarakat yang terkena penggusuran.
1. Mengadakan program pembangunan tempat permukiman baru bagi semua golonga masyarakat melalui Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional (Perum Perumnas) yang didirikan pada tahun 1974.
2. Menggalakkan pembangunan lingkungan oleh pihak swasta, ditujukan bagi golongan masyarakat berpendapatan sedang dan tinggi, dengan bantuan kredit konstruksi dan Kredit Pemilikan Rumah dari Bank Tabungan Negara (KPR BTN).
3. Mengadakan dan mengembangkan program perbaikan lingkungan perumahan kota bagi penduduk berpenghasilan rendah dan sedang. Program ini dikenal dengan nama Program Perbaikan Kampung (PPK) yang kemudian dikembangkan dengan Peremajaan Lingkungan Perumahan Kota (PLPK) dan Proyek Perintis Perbaikan Lingkungan Perumahan Kota (P3LPK).
Pembangunan Perumnas Mojosongo tidaklah dilakukan secara serta merta, pembangunan tersebut dilakukan dalam bebrapa tahapan. Tahap pertama adalah proses search selection, yaitu tahap penentuan lokasi pembangunan perumahan. Pada tahap ini penentuan lokasi pembangunan harus memiliki beberapa kriteria dimana hal yang paling pokok adalah:
1. Masalah lokasi. Dimana lokasi yang akan di bangun untuk wilayah perumahan haruslah terletak di kawasan pengembangan wilayah kota.
2. Ketersediaan pasokan air yang memenuhi syarat konsumsi.
3. Jumlah penduduk yang tidak padat.
Dengan mempertimbangkan beberapa persyaratan diatas, maka dalam realisasinya pembangunan permukiman baru di Surakarta dilaksanakan di Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres yang merupakan daerah pinggiran kota. Wilayah iniyang sering disebutsebagai kawasan “Solo Utara” merupakan daerah kurang produktif dan memiliki tingkat kepadatan penduduk yang masih rendah, yakni sebesar 2.685 jiwa per km².
Tahap pembangunan berikutnya adalah tahap pengadaan ataupun pembebasan tanah. Pengadaan tanah merupakan suatu kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti kerugian yang sesuai kepada pemilik atau yang berhak atas tanah. Adapun teknik pemasaran Perumnas Mojosongo, pihak Perum Perumnas Cabang Solo melakukan penyebaran formulir bagi masyarakat yang memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh pihak Perumnas antara lain:
1. Masyarakat yang tercatat sebagai Warga Negara Indonesia (WNI).
2. Masyarakat yang belum mempunyai rumah sendiri.
3. Masyarakat yang telah mempunyai penghasilan tetap dan berjumlah 3 kali lipat dari besaran biaya cicilan bulanan.
Setelah formulir yang telah disebar tersebut diisi dan dikembalikan, kemudian tahap berikutnya diseleksi siapa saja yang berhak dan layak untuk diprioritaskan memperoleh kepemilikan rumah di Komplek Perumnas Mojosongo. Adapun yang menjadi dasar layak atau tidaknya calon pembeli dalam proses penyeleksian ini adalah:
1. Wiraswasta.
2. Pegawai Negeri.
3. Pegawai Swasta.
4. Masyarakat yang terkena penggusuran.
Tahap
keempat adalah pembangunan, Proses pembangunan berikutnya adalah sesuai dengan
masterpalan yang telah di buat yaitu dengan pembangunan sitem “pengemabangan”
dimana pada tahap awal dibangunlah secara simultan blok-blok berikutnya diawali
dengan blok Malabar – Rinjani – Tambora – Sibela – Lampo Batang dan Pelangi.
Pembangunan tersebut juga melibatkan konsultan asing yang berasal dari Belanda.
Adapun konsultan asing tersebut ditugasi secara khusus untuk mengerjakan teknis
berupa pembangunan kanal-kanal saluran pembuangan air limbah, septiktank, dan
sistem pengadaan air minum PDAM. Sistem pembangunan tersebut dikemudian hari
diintegrasikan dan dijadikan sebuah Industri Pengolahan Air Limbah Surakarta.
Proses pembangunan awal tersebut selesai untuk semua blok pada tahun 1985.
b.
Pembangunan Sarana Penunjang
Berdasarkan
atas Peraturan Menteri Dalam Negeri no.1 tahun 1978. Pembangunan proyek
Perumnas juga harus dilengkapi dengan sarana penunjang kebutuhan non materiil
bagi penghuninya. Pelaksanaan pembangunan sarana-prasarana tersebut dilakukan
mulai tahun 1984 setahun setelah dilakukannya serah terima dari pihak Perum
Perumnas Cabang Solo kepada Pemda Surakarta. Sarana lingkungan yang dimaksud
meliputi pelayanan dan fasilitas sosial. Untuk perlayanan sosial dibangun
bebrapa tempat yaitu sarana pendidikan dan sarana kesehatan. Pihak Perum
Perumnas menyediakan sejumlah lahan kosong yang letaknya telah disesuaikan
dengan perencanaan tata letak yang telah disetujui. Sarana pendidikan tersebut
antara lain TK, SD, SLTP dan SLTA. Seluruh pelaksanaan
pembangunan dan pengelolaannya diserahkan kepada pihak Pemda dan Depdikbud Kota
Surakarta. Untuk TK dan SD pelaksanaannya telah terealisasi, tercatat terdapat
3 Taman Kanak-kanak dan 6 Sekolah Dasar yang tersebar di seluruh kawasan
perumnas.Selain sarana pendidikan, disediakan pula sarana kesehatan yang berupa
Puskesmas yang terdapat di tiga wilayah Perumnas yaitu:
1. UPTD Puskesmas Daerah Mojosongo yang berada di wilayah Sibela.
2. Puskesmas Pembantu yang berada di wilayah Lampo Batang.
3. Puskesmas Pembantu II yang berada di wilayah Rinjani.
Untuk fasilitas sosial salah satunya adalah sarana peribadatan.
Untuk sarana rekreasi bagi penghuni perumahan, pihak Perum Perumnas juga menyediakan sejumlah lahan yang diperuntukkan untuk kepentingan tersebut. Kepentingan yang dimaksud antara lain taman, tempat bermain serta lapangan olahraga. Untuk pembangunan dan pengelolaannya diserahkan kepada Pemda Kota Surakarta. Dalam perkembangannya sarana taman dan Olah Raga mendapatkan sebuah tanggapan yang positif dari masyarakat. Sedangkan sarana Olah Raga seperti Lapangan Sepak Bola selain digunakan untuk kepentingan pokoknya, juga bansi yang berupa Pasar Malam lengkap dengan hiburan-hiburan musik maupun pemutaran Film layar lebar.
1. UPTD Puskesmas Daerah Mojosongo yang berada di wilayah Sibela.
2. Puskesmas Pembantu yang berada di wilayah Lampo Batang.
3. Puskesmas Pembantu II yang berada di wilayah Rinjani.
Untuk fasilitas sosial salah satunya adalah sarana peribadatan.
Untuk sarana rekreasi bagi penghuni perumahan, pihak Perum Perumnas juga menyediakan sejumlah lahan yang diperuntukkan untuk kepentingan tersebut. Kepentingan yang dimaksud antara lain taman, tempat bermain serta lapangan olahraga. Untuk pembangunan dan pengelolaannya diserahkan kepada Pemda Kota Surakarta. Dalam perkembangannya sarana taman dan Olah Raga mendapatkan sebuah tanggapan yang positif dari masyarakat. Sedangkan sarana Olah Raga seperti Lapangan Sepak Bola selain digunakan untuk kepentingan pokoknya, juga bansi yang berupa Pasar Malam lengkap dengan hiburan-hiburan musik maupun pemutaran Film layar lebar.
c.
Perubahan kearah Modern
Masyarakat
modern adalah masyarakat yang sebagian besar warganya mempunyai orientasi nilai
budaya yang terarah ke kehidupan dalam peradaban masa kini. Menurut Alex
Inkeles manusia modern memiliki ciri-ciri :
1. Masyarakatnya heterogen.
2. System pelapisan sosialnya terbuka
3. Mobilitas sosialnya tinggi
4. Melakukan tindakan secara rasional.
5. Tidak terikat pada tradisi/adat.
1. Masyarakatnya heterogen.
2. System pelapisan sosialnya terbuka
3. Mobilitas sosialnya tinggi
4. Melakukan tindakan secara rasional.
5. Tidak terikat pada tradisi/adat.
Pembagunan
Perumnas Mojosongo terbukti telah banyak membawa pengaruh yang sangat besar
pada pola kehidupan masyarakat Mojosngo yang telah menempati daerah tersebut
sejak lama. Penambahan jumlah penduduk dari luar daerah dan dari latar belakang
pekerjaan yang beragam serta dalam jumlah signifikan dalam jangka lima thun, membuat
masyarakat menjadi begitu heterogen dan mengalami mobilitas yang sangat tinggi.
Dampak pembangunan Perumnas Mojosongo lainnya dalam perubahan mata pencaharian masyarakat sekitar dikarenakan adanya pembebasan tanah di beberapa dukuh antara lain meliputi Busukan, Tegal Arum, Genengan dan Kendalredjo. Penduduk yang semula mendapatkan penghasilan di bidang pertanian berusaha mendapatkan penghasilan di bidang lain seperti wiraswasta, buruh bangunan maupun buruh industri serta pegawai negeri maupun pegawai swasta. Salah satu latar belakang yang menunjang penduduk asli tersebut menjadi pegawai adalah karena tingkat pendidikan mereka yang semakin tinggi, di samping karena semakin luasnya informasi lapangan pekerjaan di masyarakat.
Dampak pembangunan lainnya yang benar-banar menggeser pola kehidupan masyarakat. Adanya pembangunan jalan raya menbuat arus transportasi meningkat dengan tajam. Kebutuhan akan gaya hidup yang sebelumnya harus diperoleh dengan mendatangi pusat-pusat perbelanjaan yang berada di wilayah kota, kini menjadi lebih dekat, oleh karena kawasan perumnas Mojosongo dalam beberapa tahun kedepan hingga saat ini menjadi kiblat penyediaan fashion di kawasan regional Solo Utara.
Perkembangan wilayah Solo Utara terus mengalami perkembangan hingga tahun 2000an. Perkembangan tersebut meliputi berbagai sektor dari pendidikan, IPTEK, hiburan, fashion dan juga ekonomi. Perubahan tersebut secara kasat mata dapat dilihat pada Jalan Utama yaitu jalan Jaya Wiajaya yang sepanjang jalan terus beraktifitas selama 24 jam dengan berbagai kesibukan perniagaan maupun pusat-pusat teknologi seperti Warnet, Game center dan lain-lain. Dengan perkembangan yang sedemikian rupa, kawan Jalan Jaya Wijaya bahkan memiliki sebutan sebagai Slamet Riyadi Junior.
Dampak pembangunan Perumnas Mojosongo lainnya dalam perubahan mata pencaharian masyarakat sekitar dikarenakan adanya pembebasan tanah di beberapa dukuh antara lain meliputi Busukan, Tegal Arum, Genengan dan Kendalredjo. Penduduk yang semula mendapatkan penghasilan di bidang pertanian berusaha mendapatkan penghasilan di bidang lain seperti wiraswasta, buruh bangunan maupun buruh industri serta pegawai negeri maupun pegawai swasta. Salah satu latar belakang yang menunjang penduduk asli tersebut menjadi pegawai adalah karena tingkat pendidikan mereka yang semakin tinggi, di samping karena semakin luasnya informasi lapangan pekerjaan di masyarakat.
Dampak pembangunan lainnya yang benar-banar menggeser pola kehidupan masyarakat. Adanya pembangunan jalan raya menbuat arus transportasi meningkat dengan tajam. Kebutuhan akan gaya hidup yang sebelumnya harus diperoleh dengan mendatangi pusat-pusat perbelanjaan yang berada di wilayah kota, kini menjadi lebih dekat, oleh karena kawasan perumnas Mojosongo dalam beberapa tahun kedepan hingga saat ini menjadi kiblat penyediaan fashion di kawasan regional Solo Utara.
Perkembangan wilayah Solo Utara terus mengalami perkembangan hingga tahun 2000an. Perkembangan tersebut meliputi berbagai sektor dari pendidikan, IPTEK, hiburan, fashion dan juga ekonomi. Perubahan tersebut secara kasat mata dapat dilihat pada Jalan Utama yaitu jalan Jaya Wiajaya yang sepanjang jalan terus beraktifitas selama 24 jam dengan berbagai kesibukan perniagaan maupun pusat-pusat teknologi seperti Warnet, Game center dan lain-lain. Dengan perkembangan yang sedemikian rupa, kawan Jalan Jaya Wijaya bahkan memiliki sebutan sebagai Slamet Riyadi Junior.
G. Kesimpulan
Perumahan Mojosongo merupakan
sebuah kawasan yang memiliki keunikan tersendiri dalam khasanah sejarah
perkembangan modernisasi wilayah Solo Utara. Proses pembangunan Perumnas
Mojosongo secara garis besar melalui empat tahapan yaitu: (1) Search selection
yaitu tahap pemilihan lokasi pembangunan. Dimana Wilayah mojosongo dipilih
karena merupakan daerah yang masuk dalam rencana pengembangan kota dengan syarat-syarat tertentu. (2)
Pengadaan Tanah, tahap ini adalah sebuah usaha penyediaan lahan pembangunan
melalui cara negosiasi pembebasan tanah dengan pemilik yang sah. (3)
Matrikulasi Calon Huni yaitu sebuah usaha sosialisasi guna mencari calon
penghuni Perumnas dengan menentukan syarat-syarat pembelian dan skala prioritas
pembeli. (4) Pembangunan dimana pembangunan dilakukan secara bertahap dengan
menuntaskan satu blok pertama yaitu Dempo yang dimulai tahun 1982 dan selesai
pada tahun 1983 dan diresmikan oleh Presiden Suharto. Pembangunan berikutnya
adalah dengan menyelesaikan 5 blok sisa hingg athun 1985 dan terus dikembangkan
hingga tahun1998.
Adanya Perumnas Mojosongo lengkap dengan segala fasilitas, pola hidup masyarakat baru, hal ini menimbulkan bebrapa dampak, salah stunya adalah modernisasi. Modernisai ini dapat dilihat secara kasat mata dari perkembangan bangunan, iptek, sarana transportasi, hingga masalah gaya hidup yang berubah sangat signifikan pada masyarakat Solo Utara.
Adanya Perumnas Mojosongo lengkap dengan segala fasilitas, pola hidup masyarakat baru, hal ini menimbulkan bebrapa dampak, salah stunya adalah modernisasi. Modernisai ini dapat dilihat secara kasat mata dari perkembangan bangunan, iptek, sarana transportasi, hingga masalah gaya hidup yang berubah sangat signifikan pada masyarakat Solo Utara.
DAFTAR PUSTAKA :
Eko Budihardjo, Arsitektur dan Kota di Indonesia, Bandung, Alumni, 1991, Hal 72 http://chelamutia.blogspot.com/2011/05/masyarakat-indonesia-di-tengah.html
http://reizvan.blogspot.com/2010/10/problematika-tantangan-dan-resiko.html
Susanto, Phil Astrid S. 1999. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sisoal. Jakarta. Putra A. Bardin
Eko Budihardjo, Arsitektur dan Kota di Indonesia, Bandung, Alumni, 1991, Hal 72 http://chelamutia.blogspot.com/2011/05/masyarakat-indonesia-di-tengah.html
http://reizvan.blogspot.com/2010/10/problematika-tantangan-dan-resiko.html
Susanto, Phil Astrid S. 1999. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sisoal. Jakarta. Putra A. Bardin
0 komentar:
Posting Komentar